Minggu, 09 Juni 2013

Cara Menyimpan Wine

Banyak orang bertanya "bagaimana cara menyimpan wine yg benar?". Padahal, pertanyaannya awal seharusnya adalah “apa benar wine itu perlu disimpan?”
First thing to know: adagium bahwa wine makin tua itu makin enak tidak sepenuhnya benar. Bahkan lebih banyak bohongnya. Lebih dari 85% wine yang ada di pasaran justru tidak ditujukan untuk disimpan lama. Wine-wine tersebut justru akan tidak enak rasanya kalau disimpan lama. Kalau terlalu tua, wine rasanya akan cenderung datar, tidak ada rasa, membosankan. Meskipun tidak akan bahaya untuk kesehatan kalau diminum. Jadi 85% wine yang ada di pasaran sekarang justru drinking periodnya hanya 10 tahun dari tahun panen (harvest year) yang tertera di label.
Nah, bagaimana dengn 15% sisanya? Yah, memang harus disimpan dulu baru enak untuk dinikmati. Contohnya, top-quality Barolo dan top-quality Bordeaux. Wine-wine semacam ini kalau masih terlalu muda saat diminum, rasanya dominan sepet (tannic) dan asam (acidic). Tapi kalau umurnya pas, wah, seluruh rasa dan aroma akan berbaur jadi satu dan akan memberikan cita rasa yang paling sempurna yang memang direncanakan oleh si pembuat wine. Bisa ada aroma dark chocolate, cedar wood, espresso, bunga-bunga dan lain-lainnya yang tidak akan muncul sebelumnya. Wine-wine inilah yang pantas untuk disimpan.

Pertanyaannya adalah, bagaimana cara menyimpannya dengan baik? Pertama, kita harus terlebih dahulu mengetahui apa musuh wine. Beberapa yang umum adalah: temperatur tinggi, temperatur yang tidak konsisten, sinar UV, bau-bau yang menyengat di sekitar tempat penyimpanan dan constant vibration (maka itu jangan pernah simpan wine di dalam bajaj). Untuk suhu udara, tidak direkomendasikan untuk menyimpan di tempat yang panas, atau yang suhunya naik turun. Kulkas hanya cocok untuk short-term cellaring karena di kulkas ada tempe, petai, sayur dan lain-lain yang baunya bisa ‘masuk’ ke dalam wine lewat cork, karena cork itu berpori-pori (micro-pores). Kalau botolnya tertutup dengan gabus (naturak cork), simannya harus horisontal, tapi kalau screw-cap, tidak ada masalah. Wine juga bisa rusak apabila terkena sinar UV dalam jangka waktu yang lama. Saya tidak pernah mau minum wine yang tempat display-nya terkena lampu sorot.

Jadi, menyimpan wine is a risky business. Lantas bagaimana? Yah, kalau tidak perlu sekali, tidak usah disimpan (baca: dihabiskan saja). Kalau mau disimpan, sebaiknya punya lemari pendingin khusus untuk wine (wine chiller). Intinya, kulkas khusus wine ini suhu dan kelembabannya terjaga, dan getarannya pun hampir tidak ada. Di pasaran ada berbagai merk, buatan Cina, Jerman, Italy, dan US. Yang paling bagus sepertinya adalah SubZero yang dipakai oleh Paus di Vatikan. Dan jangan heran, red wine makin tua warnanya makin pudar. Kalo white wine, justru makin tua makin gelap. Wine yg bisa disimpan lama biasanya adalah sweet wine, tidak perduli harga maupun kualitasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar